Outlined Text Generator at TextSpace.net
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Rabu, 20 April 2011

Kebijakan Menyalakan Lampu Kedaraan di Siang Hari


A.   LIGHT ON” DALAM PERSPEKTIF BAHASA HUKUM TERTULIS
            Sebelum membahas lebih jauh tentang peraturan light on (menyalakan lampu kendaraan di siang hari), akan dibahas terlebih dahulu perspektif bahasa hukum dalam bentuk tetulis, yaitu  peraturan-peraturan yang berhubungan dengan light on:
v  Diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 pasal 107
1.      Setiap pengamudi kendaraan bermotor wajib menyalaan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu
2.      Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
v  Wajib Nyalakan Lampu pada Siang Hari
      Para pengendara motor yang berkendara pada siang hari diwajibkan menyalakan lampu utama. Sekarang, sudah bukan sosialisasi lagi. Bagi pelanggarnya akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000.

B.   LIGHT ON” DALAM PERSPEKTIF BAHASA HUKUM PERLAMBANG
Light On dalam konteks Bahasa Hukum Perlambang adalah lampu kendaraan bermotor itu sendiri. Terlepas dari rambu-rambu lalu lintas yang biasanya cenderung statis di jalan, seperti lampu trafic light, tanda dilarang parkir, tidak boleh belok, dan lain-lain, lampu kendaraan ini menjadi simbol yang dimiliki setiap pengendara demi keselamatannya sendiri. Sehingga lampu kendaraan dikategorikan sebagai Bahasa Hukum Perlambang.

C.   PENERAPAN “LIGHT ON”
Penerapan Peraturan Light On sudah mulai disosialisasikan. Karena peraturan telah diadakan maka penerapan mulai direalisasikan. Seperti yang dilakukan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan sosialisasi pemberlakuan Light On yang dilaksanakan di berbagai ruas jalan. Menyalakan lampu tujuannya untuk membuat pengendara lain lebih berhati-hati sehingga kecelakaan lalu lintas dapat dicegah. Ia juga akan mengenakan denda Rp100.000 bagi pengendara sepeda motor yang tidak menyatakan lampu pada siang hari. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Condro Kirono mengatakan, sosialisasi terkait hal tersebut dinyatakan sudah cukup. Artinya, mulai Januari 2009 kebijakan tersebut sudah bisa dilaksanakan. "Kita sudah bisa kenakan sanksi bila ada motor yang tidak menyalakan lampu," kata Kombes Condro dalam acara sosialisasi UU No 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan di Balai Kota.[1]
Menyalakan lampu di siang hari bertujuan agar mudah terlihat oleh kendaraan lain, khususnya roda empat dan lebih. Hal dimaksudkan agar mengurangi tingkat kecelakaan di jalan raya. Situs resmi Dirlantas Polda Metro Jaya, menyebutkan bahwa dalam Pasal 107 ayat (1) pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. Ayat (2) pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
            Sosialisasi kewajiban menyalakan lampu diterapkan di beberapa ruas jalan Ibu Kota Jakarta. Jajaran Dirlantas Polda Metro Jaya juga melakukan kanalisasi, atau peletakan rambu-rambu lalu lintas dan light on di beberapa ruas jalan.
            Untuk ketentuan pidananya tertuang dalam Pasal 293 ayat (2), yaitu setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa menyalakan lampu utama pada siang hari dipidana dengan kurungan paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp100.000,00.
            Sebelumnya penerapan menyalakan lampu di siang hari bagi pengendara sepeda motor sudah mulai disosialisasikan sejak setahun belakangan ini. Sehingga sosialisasi dinilai sudah cukup sehingga pemberlakukan sanksi bisa dilakukan 2010 mendatang. Namun kenyataan berpendapat lain. Setelah adanya peraturan tersebut muncul berbagai kontrofersi di masyarakat pengguna jalan. Efek negatif yang dirasakan bila semua pengendara menyalakan lampu kendaraannya di siang hari sungguh terasa.
D.   EFEK NEGATIF PEMBERLAKUAN PERATURAN “LIGHT ON
            Tidak bisa dipungkiri, bahwa penerapan Light On ini banyak menimbulkan kontroversi dari masyarakat. Maka perlu diketahui, apa saja yang menjadikan adanya efek negatif yang menimbulkan kontroversi pada peraturan ini.
a.      Efek Negatif Secara Umum
            Dari beberapa pengamatan dan pengalaman, ada beberapa efek negatif yang ditimbulkan ketika para pengendara motor menyalakan lampunya di siang hari yang terik. Efek negatif tersebut antara lain:
  1. Menambah beban kerja mesin kendaraan yang berakibat kepada borosnya bahan yang di pakai.
  2. Mengurangi umur lampu (bolam) karena sering di nyalakan baik siang ataupun malam.
  3. Membuat suhu udara luar menjadi lebih panas, karena setiap benda yang memancarkan cahaya pasti memancarkan panas.
  4. Membuat mata sakit bagi pejalan kaki yang melihatnya. Kalau satu dua motor tidak masalah, namun apa jadinya jika banyak kendaraan yang menyalakan lampu utama, mungkin bisa membutakan pejalan kaki.
  5. Pemborosan uang karena biaya akan bertambah.[2]
b.      Efek Negatif Ditinjau Dari Efisiensi Energi
            Beberapa waktu lalu sepeda motor menjadi tersangka atas pemborosan bahan bakar yang menurut perhituangan pemerintah APBN tidak akan cukup untuk menutupi anggaran subsidi Premium. kini rakyat kembali di salahkan, padahal meningkatnya penggunaan BBM juga tidak lepas dari peraturan pemerintah salah satunya UU lalu lintas terbaru.
            Mungkin saja menghidupkan lampu di siang hari mengurangi jumlah kecelakaan di jalan. sebaliknya ini membuat seringkali pada malam hari orang lupa menyalakan lampu dan bisa menimbulka kecelakaan. hal ini sering disebut hukum konsekuensi yang tidak diharapkan.
            Jika memang UU ini akan tetap diberlakukan maka akan menyebabkan peningkatan kebutuhan konsumsi bensin. Lampu memerlukan tenaga, dan mesin kendaraan menghasilkan tenaga dengan menggunakan bensin. Jika membuat beberapa asumsi, mungkin dapat memperkirakan berapa banyak bensin  yang diperlukan.[3]
c.       Efek Negatif Terhadap Global Warming
            Kebijakan pemerintah untuk menyalakan lampu di siang hari (sejak april 2010) nampaknya tidak memperhatikan dampak negatif jangka panjang yang justru berakibat fatal, khususnya pemanasan global / global warming.
            Terjadinya pemanasan Global di bumi dikarenakan energi panas yang dipancarkan lampu mempengaruhi cuaca, iklim dan panas pada permukaan bumi secara Global. Bayangkan saja, ada berapa juta kendaraan sepeda motor seluruh indonesia yang dipaksa membakar lampunya setiap hari. Betapa besar sumbangan peraturan ini terhadap global warming.

            Banyak sekali anggota masyarakat yang belum memahami pentingnya menyalakan lampu kendaraan sepeda motornya di siang hari. Seperti yang telah diketahui bahwa kemampuan mata manusia memiliki apa yang disebut sebagai blind-spot (titik mati). Titik mati ini adalah kondisi dimana mata manusia bereaksi terhadap obyek di sekitarnya dalam jarak tertentu. Obyek dalam posisi tersebut sering tidak diperhatikan. Secara umum kemampuan otak dan koordinasi fisik manusia hanya mampu bereaksi secara antisipatif terhadap benda yang bergerak dengan kecepatan 5-10 km/jam. Padahal kemampuan reaksi fisik dan otak sangatlah terbatas dan tidak menentu. Sehingga jika sewaktu-waktu ada sepeda motor yang dipacu hingga kecepatan mencapai 100 km/jam akan melambatkan reaksi dalam mengantisipasinya.[4]

            Diharapkan dengan menyalakan lampu para pengguna jalan lainnya terutama para pengemudi kendaraan dapat melihat gerakan sepeda motor walaupun masih dalam blind-spotnya.

 

G.  EFEK POSITIF PEMBERLAKUAN PERATURAN “LIGHT ON

            Walaupun belum begitu membuahkan hasil dari pemberlakuan peraturan Light On, namun peraturan ini jelas bertujuan baik, yaitu untuk mengurangi angka kecelakaan. Dampak positif baru akan terasa bila telah beberapa tahun diterapkan, karena akan muncul persentase untuk perbandingan. Untuk saat ini baru sedikit persentase yang ada, dan masih relatif. Namun untuk lebih jelas, tentunya akan dibahas pada sub bab selanjutnya dalam pandangan masyarakat.

 

H.  PANDANGAN MASYARAKAT
a.      Kewajiban Nyalakan Lampu Siang Hari Diprotes
            Alasan pemerintah memberikan peraturan menyalakan lampu disiang hari yang bertujuan untuk mengurangi angka kecelakaan dianggap tidak relevan oleh sebagian besar masyarakat. Sebenarnya jika mau menyelesaikan masalah transportasi, kewajiban penyalaan lampu motor di siang hari bukanlah tindakan bijak, banyak hal-hal lain yang lebih urgent untuk diselesaikan yang dapat digunakan untuk mengurangi angka kecelakaan.
1.       Benahi sistem trayek angkutan kota, bus, mikrolet, metromini, angkot, ojek dan lain-lain.
2.       Tindak motor-motor yang melanggar peraturan lalu lintas yang suka melawan arah.
3.       Tindak kendaraan-kendaraan yang tidak punya peralatan yang lengkap (tidak ada spion, tidak ada SIM, tidak ada STNK)
4.       Tertibkan polisi-polisi tidur yang posisi peletakkannya kurang tepat sehingga membahayakan pengendara jalan.
5.       Aktifkan polisi-polisi lalulintas dengan maksimal.
6.       Yang paling penting, jangan hanya berteori saja, peraturan harus ditegakkan.
Sebagian anggota masyarakat pemilik sepeda motor mempertanyakan relevansi kewajiban menyalakan lampu di siang hari (Light On) yang diterapkan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. "Pentingnya apa menyalakan lampu dengan keselamatan pengguna jalan," ujar Khairul, 25 tahun, pengendara motor yang ditemui di jalan S. Parman, Jakarta Barat, Kamis 3 Desember 2009.
            Menurutnya, kewajiban menyalakan lampu motor pada siang hari justru merupakan pemborosan energi. Hal senada juga disampaikan pengendara motor lainnya, Kris, 23 tahun. "Padahal tidak ada pengaruhnya lampu motor dinyalakan siang hari," kata dia. Oleh karena itu, dia berharap Polda Metro Jaya menjelaskan lebih gamblang lagi tujuan penerapan aturan itu.[5]
b.      Contoh Penerapan Peraturan Light On di Yogyakarta        
            Di beberapa kota besar di indonesia, light on atau menyalakan lampu kendaraan disiang hari sudah menjadi suatu hal biasa. Namun di Yogjakarta peraturan tersebut termasuk baru. Polisi belum bisa menentukan kapan sanksi bagi pengendara yang tidak menyalakan lampu motor siang hari, bisa dijalankan di Yogyakarta. Namun sanksi yang berupa maksimal tiga bulan kurungan atau denda sebesar Rp 250.000, cepat atau lambat akan diterapkan.
            Demikian disampaikan Direktur Lalu Lintas (Ditlantas) Kepolisian Daerah DIY Komisaris Besar Muhammad Ikhsan, di sela-sela Sosialisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di Plaza Informasi, Rabu (25/11). "Sekarang memang belum tapi cepat atau lambat, tentu sanksi mesti tegas diberikan. Apakah menjatuhkan sanksi itu sulit, ya tinggal mau atau tidak. Awal November, jajaran kami di Sleman sudah menerapkan sidang di tempat bagi yang melanggar," katanya. Dari sidang di tempat, bisa diketahui apakah tidak menyalanya lampu utama motor karena kesengajaan atau memang bola lampu rusak. Polisi akan menegur, tapi tidak memberi sanksi. Hanya saja, lantas muncul reaksi penolakan dari masyarakat yang membuat polisi tak melanjutkan penerapan sidang di tempat.
            Keadaan ini kemudian disikapi dulu oleh polisi dengan menggencarkan imbauan, agar masyarakat paham secara perlahan. Untuk denda, Bank Rakyat Indonesia (BRI) sudah ditunjuk sebagai mitra polisi sehingga pembayaran denda akan lewat BRI. Kebijakan menyalakan lampu pada siang hari (light on) dimaksudkan untuk menurunkan angka kecelakaan. Lampu yang menyala akan membuat pengendara lain waspada. Dari pantauan Kompas, masih banyak pengendara yang belum menyalakan lampu utamanya.
            Nanang Ismuhartoyo, Koordinator Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DIY yang juga pembicara dalam acara tersebut, mengatakan, pada umumnya, banyak masyarakt tidak tahu ada UU. Pembuatan dan pembahasan UU cenderung eksklusif antara pemerintah dengan DPR. Sosialisasi UU juga sangat kurang.[6]
c.       Pandangan Masyarakat berdasarkan Hasil Akumulasi Data Ilmiah
            Pasal 107 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa (1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu, (2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Ayat kedua pada pasal tersebut tak pelak mengundang kontroversi di kalangan masyarakat.
            Satu pihak mengatakan bahwa peraturan tersebut dikeluarkan untuk menekan angka kecelakaan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Sementara pihak lainnya berpendapat bahwa peraturan tersebut suatu kekeliruan yang dipaksakan kepada masyarakat. Terlepas dari polemik tersebut, angka kecelakaan lalu lintas memang mengejutkan. Berdasarkan data dari Kepolisian Indonesia tahun 2006, Dr. Agus Taufik Mulyono dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada menyebutkan bahwa setiap 30 menit = 1 orang meninggal.
            Khusus daerah Kalimantan Barat, angka kecelakaan pada triwulan pertama tahun 2006 meningkat 161,5 persen dibandingkan dengan triwulan tahun 2005. Dari data yang ada di Direktorat Lalu Lintas Polda Kalbar tersebut, jumlah korban meninggal meningkat 29,7 persen, luka berat meningkat 93,5 persen dan luka ringan meningkat tajam yakni 54,2 persen. Jika diakumulasikan pada kurun waktu 2005-2008 akan mencapai 3.872 kasus, dengan total korban luka ringan, berat dan meninggal mencapai 5.653 atau 1.413,25 orang setiap tahun. Pada tahun 2009 ini, Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar (Pol) Ery Nursatari, menyebutkan bahwa sepanjang Januari hingga September telah tercatat 485 kasus, korban meninggal 246 orang, luka berat 247 orang, dan luka ringan 490 orang dengan kerugian materi sebesar Rp.1 miliar.
            Tak pelak, data-data di atas membuat pihak berwenang mengeluarkan undang-undang tersebut. Namun, bagaimanakah pengaruh menyalakan lampu sepeda motor pada siang hari (atau disebut Daytime Running Lights/DRLs) sehingga dapat menekan tingkat kecelakaan lalu lintas? Tulisan ini akan mencoba mengkaji hal tersebut dari sudut pandang ilmiah.
Ø  Mata sebagai Sinyal Umpan Balik (Feedback Signal)/Sensor
            Saat mengendarai kendaraan, mata adalah salah satu panca indera yang paling penting. Indera mata itulah yang menjadi sensor penghindar kecelakaan. Untuk dapat memberikan respon, mata membutuhkan suatu bentuk stimulus awal. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukanlah jarak, tetapi adanya saling kesesuaian antara stimulus dan respon. Jika seseorang melihat suatu objek maka stimulus yang mengenai mata bukanlah objeknya secara langsung, tetapi sinar yang dipantulkan oleh objek tersebut yang bekerja sebagai stimulus yang mengenai mata. Stimulus yang diindera itu lalu diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan sehingga seseorang tersebut menyadari, serta mengerti tentang apa yang diindera itu.
            Mata bekerja dengan cara menangkap pantulan sinar yang diperoleh pada jarak pandang mata. Pantulan-pantulan itu akan menentukan persepsi pengendara terhadap warna, bentuk dan jarak. Semua variabel hasil pengukuran ini jelas memengaruhi reaksi pengendara kendaraan tersebut. Sinyal dari mata akan diteruskan ke otak yang berfungsi sebagai pengendali (controller), kemudian menghasilkan stimulasi gerakan tubuh (tactile atau body movement) yang dalam hal ini sebagai aktuator (actuator) untuk menjaga kestabilan dan gerak laju kendaraan.
            Menurut Jakarta Defensive Driving Consulting/JDDC (2007), konsep mengemudi adalah pandangan aman, lingkaran/ruang aman dan tergantung dengan sikap atau prilaku. Dengan memiliki pandangan aman, maka pengemudi dapat mengenali objek sedini mungkin sehingga lebih waspada dan memiliki waktu untuk mengambil keputusan. Melalui pandangan aman, pengemudi dapat menciptakan lingkaran amannya sendiri. Ini disebabkan karena mengemudi kendaraan bermotor adalah aktivitas dinamis dimana situasinya selalu berubah. Oleh karena itu pengemudi dituntut harus selalu menjaga pandangan dan memelihara ruang aman untuk setiap pergerakannya. Semua konsep ini sangat tergantung pada panca indera mata sehingga jelas bahwa mata berfungsi sebagai sensor dan sangat penting peranannya.
            Masih merujuk pada hasil penelitian JDDC, pandangan aman dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu (1) zona melihat, ini merupakan zona paling jauh dimana dari zona tersebut bisa melihat bahaya dari awal 30-120 detik ke depan. Zona ini paling aman karena memiliki waktu yang cukup untuk bermanuver dengan halus dan aman, (2) zona analisis, merupakan zona antara 12-15 detik di hadapan subjek. Pada zona ini bisa dilihat bahaya dengan jelas sehingga harus menganalisis dan mengambil keputusan, dan (3) zona beraksi, yang merupakan zona terdekat, yaitu 4-6 detik ke depan sehingga apa yang akan terjadi pada objek di depan harus dapat diketahui dan jika tidak maka akan berbahaya. Dari ketiga zona tersebut, bagaimanapun membuktikan bahwa mata adalah sensor yang memberikan sinyal umpan balik pada pengemudi untuk menghindari kecelakaan, baik saat pandangan ke depan ataupun ke belakang melalui kaca spion.
Ø  Pengaruh Blind Spot Pada Peningkatan Kecelakaan Lalu Lintas
            Mata dapat berfungsi sebagai sensor yang sangat baik, mengapa tingkat kecelakaan lalu lintas masih tinggi? Ini ada hubungannya dengan apa yang disebut dengan blind spot, yaitu area penglihatan pengguna jalan yang tak dapat dipantau dengan sempurna karena terhalang suatu objek yang bisa berbentuk pengguna jalan yang lain, sarana-prasarana lalu lintas, dan lain sebagainya.
            Dari sebuah hasil penelitian, disebutkan bahwa blind spot adalah penyebab kecelakaan yang sering merenggut korban jiwa. Ini dapat dijelaskan dari sudut pandang biologis dan psikologis manusia. Jika terjadi suatu kondisi blind spot, maka yang muncul pada pengemudi tersebut adalah reaksi reflek atau keterkejutan. Pengemudi yang terlatih menghadapi bahaya kejutan cenderung bergerak reflek seperti mengerem atau menghindar ke arah yang lain. Dalam mekanisme reflek, rangsangan yang diterima langsung melewati sumsum tulang belakang dan diteruskan lewat efektor dengan sangat cepat melebihi gerak sadar yang harus melewati otak terlebih dahulu. Namun sebaliknya, pengemudi lainnya mungkin hanya dapat berteriak. Bahkan dalam kasus tertentu bisa saja malah menekan gas lebih dalam karena terkejut yang merupakan gerak reflek tak terkendali.
            Yang juga perlu diperhatikan di sini adalah bahwa ketika berkendara maka kelajuan yang dicapai otomatis berpengaruh dalam menentukan energi kinetik. Ini dapat dijelaskan dengan sebuah teori kecepatan, bahwa semakin cepat laju kendaraan, semakin besar pula daya kinetik yang terjadi sehingga akan membuat jarak pengereman menjadi lebih panjang.
            Pada dasarnya ketika kendaraan sedang bergerak, maka kestabilan kendaraan telah berkurang dan menyebabkan traksi roda pada permukaan lintasan ikut berkurang. Traksi roda didefinisikan sebagai kemampuan suatu kendaraan untuk mendorong atau menarik beban. Traksi biasanya terkait dengan kehilangan gesekan sewaktu terjadi percepatan, baik pada waktu awal gerak ataupun ketika kendaraan menyalip kendaraan lain. Oleh karenanya tidaklah mengherankan ketika objek kendaraan lain terlambat diamati, bahkan tidak terdeteksi lebih awal, maka kestabilan kendaraan akan berkurang disebabkan terjadinya proses pengereman, memindahkan transmisi dan mengubah kecepatan secara tiba-tiba.
Ø  Manfaat DRLs (Daytime Running Lights = Light On) untuk Mengurangi Angka Kecelakaan
            Seperti yang diketahui bersama, lampu adalah suatu alat yang dapat memproduksi cahaya dan cahaya itu sendiri adalah radiasi elektromagnetik yang mampu menyebabkan rangsangan kasat mata (visibilitas). Sementara, seperti pada uraian di atas, mengemudi kendaraan bermotor adalah aktivitas dinamis akibat adanya perubahan situasi. Secara umum kemampuan otak dan koordinasi fisik manusia hanya mampu bereaksi secara antisipatif terhadap benda yang bergerak dengan kecepatan 5-10 km/jam. Oleh karena itu reaksi antisipasi akan lamban jika sewaktu-waktu ada sepeda motor yang dipacu hingga kecepatan mencapai 100 km/jam. Ini dikarenakan kecepatan reaksi adalah jumlah stimulus yang diindera dan sangat berhubungan erat dengan unit waktu.
            Karena itulah, mata membutuhkan cahaya, yang dalam kasus ini dihasilkan oleh lampu sepeda motor. Dengan adanya bantuan cahaya maka mata sebagai sensor akan cepat merangsang interpretasi pengemudi terhadap suatu benda sehingga mempercepat waktu untuk bereaksi. Mata akan lebih reaktif memprediksi jarak kendaraan lain, mengirim sinyal-sinyal ke otak dan kemudian mengkoordinasikannya dengan pergerakan tubuh. Cahaya lampu tersebut juga dapat mengurangi kondisi fatamorgana yang timbul akibat uap panas dari aspal jalanan. Karena itulah DRLs diberlakukan sebagai upaya memicu kecepatan reaksi antisipasi pengemudi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.
            Ditlantas Polda Metro Jaya telah membuktikan bahwa dengan adanya penerapan aturan DRLs tersebut mampu menekan angkat kecelakaan hingga lebih dari 20 persen hanya dalam jangka waktu dua bulan. Di Surabaya, pada tahun 2005, program ini berhasil mencatat penurunan angka kecelakaan sepeda motor hingga 50 persen. Sedangkan di negara lain, seperti Malaysia, Thailand bahkan Amerika dan Eropa, kecelakaan dapat dikurangi hingga mencapai 30 persen.
            Hasil persentase pada daerah atau negara lain di atas membuktikan tingkat efektifitas DRLs untuk menurunkan angka kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu masihkah menyalakan lampu sepeda motor pada siang hari mengundang kontroversi?[7]



                [1] http://amandijalan.com/index.php?idmu=4&cid=78, (disunting pada tanggal 20 Januari 2011, jam 08.00 WIB).
                [2] http://teknologi.kompasiana.com/internet/2009/11/17/nyalain-lampu-di-siang-hari-dan-manfaatnya/, (disunting pada tanggal 20 Januari 2011, jam 8.20 WIB).
                [3] http://green.kompasiana.com/polusi/2010/06/12/efek-negatif-menyalakan-lampu-siang hari-ditinjau-dari-efisiensi-energi/, (disunting pada tanggal 20 Januari 2011, jam 08.45 WIB).
                [4] http://www.setiabudi.name/archives/10, (disunting pada tangal 20 Januari 2011, jam 09.00 WIB).
                [5]  http://metro.vivanews.com/news/read/11094­.kewajiban_nyalakan_lampu_siang_hari diprotes (disunting pada tanggal 20 Januari 2011, jam 09.30 WIB).
                [6] http://nasional.kompas.com/read/2009/11/25/20374062/Motor.Wajib.Nyalakan.Lampu. Siang.Hari.Yogyakarta.Mulai.Terapkan.Sanksi, (disunting tanggal 20 Januari 2011, jam 10.00 WIB).
                [7] http://www.untan.ac.id/?p=314, Penulis: Ferry Hadary, penulis adalah dosen di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura., (disunting pada tanggal 20 Januari 2011, jam 11.00 WIB).

1 komentar:

Anonim mengatakan...

PP nya belum keluar knp harus diikuti?
Pelaksanaan UU itu dengan dikeluarkannya PP

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar